MERAIH MIMPI

TARI MELAYU

Tuesday, March 15, 2011

TSUNAMI JEPANG YANG HEBOH

Posted by MARYAM ONLINE 7:09 PM, under | No comments

Beberapa tahun lalu, ketika tsunami menghujam Aceh, banyak pakar geologi mengatakan, gempa bumi dengan kekuatan 8,5 SR itu, merupakan pergeseran lempengan bumi yang tengah bergerak menuju titik keseimbangan. Disaat yang sama, para futurolog mencoba menggugat asumsi itu, bahwa hingga hari ini, tak satu pun manusia yang pernah menemukan persis dimana batas titik horizon terakhir bumi. Jika asumsi teoritik bahwa bumi ini ibarat sebuah bola, maka kutub bumi adalah perpotongan antara poros bumi dan permukaan bumi. Dalam kaitannya dengan asumsi teoritik ini, maka para ilmuan pun masih gamang soal dimana sebenarnya titik yang bisa dikatakan sebagai patokan keseimbangan. Dengan kekaburan epistemologi sains soal keseimbangan kosmologi ini, maka rasanya belum absah bagi para ilmuan untuk mengatakan, bahwa bencana demi bencana tersebut merupakan peristiwa alam murni yang mesti disikapi secara saintik-positivistik. Apalagi argumen teoritik itu untuk melegalkan tumpah-ruahnya manusia yang mati ditelan ganas tsunami. Lagi-lagi, asumsi sains ini menjadi rontok, setelah kita dicekokoki pertanyaan menohok, bahwa apakah hukum alam (fisik) merupakan suatu sebab mutlak dari kejadian bencana alam tersebut? Demikian juga pertanyaan serupa bahwa, sebelum adanya hukum ruang dan waktu (hukum fisika), maka hukum apakah yang berlaku? Di sini kita menemukan jawaban, bahwa hukum-hukum fisika itu berlaku disaat terciptanya ruang dan waktu, dan ketika belum terciptanya ruang dan waktu, maka yang berlaku adalah hukum-hukum metafisika. Dari kejadian musibah ini, membuktikan bahwa argumentasi metafisika atau teokosmik adalah hukum yang tak tertandingkan. Dan disinilah tempat manusia kembali berbenah kesadaran metafisiknya (spiritual). Tanpa kita sadari, bencana-bencana yang terjadi, mulai dari tsunami Aceh hingga Jepang saat ini, menelanjangi otoritas keilmuan kita, bahwa superiritas pengetahuan, konstruksi bangunan dengan segenap tetek bengek supra teknologi, tak berdaya ketika dikulum amukan gulungan dasyhat gelombang setinggi empat meter itu. Dari sinilah, kita secara batiniah, menyadari, bahwa betapa manusia begitu tak berdaya ketika berhadapan dengan otoritas Tuhan dan alam ciptaan-Nya. Dengan demikian, secara bertenaga kita perlu mengatakan, bahwa di balik kecerdasan manusia soal hukum kosmik itu, ternyata hukum metafisik telah berkhutbah secara gamblang, bahwa teknologi super canggi belum bisa mengungkapkan apalagi memperkirakan, kapan musibah itu terjadi dan seberapa besar musiba itu akan menelan nyawa manusia. Jepang dengan kapasitas supra teknologinya, ternyata dalam waktu singkat dibuat tak berdaya. Bangunan-bangunan megah anti gempa yang disombongkan pemerintahan Jepang, ludes disapu rata oleh keganasan tsunami. Sampai pada titik ini, kita sebagai manusia mestinya sadar, bahwa kesombongan dan arogansi keilmuan, hanya akan membuat kita lupa akan kuasa Tuhan. Musibah Jepang yang mengibahkan itu, mestinya menjadi titik awal kesadaran spiritual manusia secara kolektif di seluru pelosok bumi ini, bahwa kesombongan, kebencian, kebringasan saatnya terlepas dari sikap manusia yang selama ini lalai dan latah. Gempa dan tsunami Jepang, tidak semata persitiwa alam (fisik) an sich, akan tetapi, merupakan peristiwa teokosmik yang mesti digali hikmahnya lebih jauh untuk pertaubatan kolektif manusia.

Thursday, March 10, 2011

AJARAN SYECH SITI JENAR

Posted by MARYAM ONLINE 8:06 AM, under | No comments

AJARAN METAFISIS FILOSOFIS (HAKEKAT)
Dalam perspektif filosofis, semua hal yang ada di dunia ini memiliki aspek fisika (fisik) dan metafisika (metafisik). Demikian pula agama memiliki dua aspek tersebut. Syariat merupakan bentuk fisik dari agama, sedangkan bentuk metafisikanya ada dalam hakekat dari syariat agama. Seseorang hendaknya mengetahui fisik atau syariat yang merupakan tata caranya merncapai spiritual. Sedangkan metafisik atau hakekat sebagai bentuk pencapaian spiritualnya. Filsafat bukan mebicarakan fisik dari segala yang ada, melainkan membicarakan metafisika atau sesuatu yang ada dibalik keadaan fisik.
Ajaran Siti Syeh Jenar lebih memberikan tekanan pada filsafat ketuhanan dan filsafat kebenaran dengan kata lain bukan lagi berhenti pada tataran syariat, tetapi telah melangkah pada tataran yang lebih tinggi yakni hakekat. Hal itu berbeda dengan ajaran yang disampaikan para wali, yang lebih mengedepankan syariat. Meskipun demikian ajaran Syeh Siti jenar yang mengutamakan filsafat ketuhanan dan kebenaran mengarah kepada ajaran Islam yang umumnya disebut sebagai ilmu tasawuf. Ajarannya mengutamakan pentingnya pengolahan kalbu (istilah Gusti MN IV; sembah kalbu/cipta) dengan implementasi pada ibadah-ibadah bersifat lahiriah.
Syeh Siti Jenar mengajarkan tentang falsafah kebenaran dan berusaha merumuskannya ke dalam bentuk kearifan dan kebijaksanaan. Sehingga menciptakan suatu hukum-hukum dalam bertindak (akhlak). Di situlah muncul kesan penyimpangan ajaran Syeh Siti Jenar jika dipandang dari perspektif penganut ajaran yang lebih mengutamakan syariat baku atau bagi yang memahami Qur’an dan Hadits secara tekstual. Terlepas dari munculnya kesan di atas, ajaran Syeh memang banyak menyangkut perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Pandangannya mengandung nilai metafisik mengenai baik-buruk, dan salah-benar.

PRO-KONTRA AJARAN SYEH SITI JENAR

Sejak itulah terjadi pro-kontra antara Syeh Siti Jenar atau Syeh Lemah Abang berikut para muridnya dengan para wali. Kubu para wali bersikukuh menilai ajaran Syeh Lemah Abang adalah sesat. Sementara masyarakat waktu itu menganggap ajaran tasawuf yang dikembangkan oleh Syeh Siti Jenar sebagai pencapaian spiritual yang tinggi. Apalagi ajarannya tetap berpegang pada pandangan Islam. Di hadapan para muridnya Syeh Lemah Bang merupakan seorang sufi, sebagaimana tokoh-tokoh sufi lainnya yang memandang bentuk kehidupan dunia ini sebagai kebusukan yang memuakkan. Sehingga seorang sufi menghindari kehidupan duniawi dan memilih kesederhanaan. Dunia dipandang sebagai kematian, sebab kehidupan yang sesungguhnya adalah sesudah seseorang menemui ajalnya. Jadi manusia yang hidup di dunia ibaratnya bangkai-bangkai yang bergentayangan. Pemikiran demikian sesuai dengan ajaran sufisme yang berkembang di ranah Arab.
Syeh Siti Jenar dan para muridnya sangat menyadari bahwa ajarannya seolah aneh, sesat dan menyimpang dari ajaran Islam. Penilaian ini muncul sejak dahulu hingga saat ini. Kenyataan ini wajar saja karena memang orang-orang sufi dan penganut ajaran tasawuf di dunia ini jumlahnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan orang yang mengikuti syariat murni. Sedangkan menurut ahli tasawuf bahwa Islam tidak sebatas syariat, melainkan ada tingkatan-tingkatan peribadatan yang wajib ditempuh yakni tarekat, hakekat dan makrifat. Seseorang dapat disebut sebagai Islam sejati apabila telah mengamalkan tingkatan peribadatan secara utuh.

KRITIK SYEH SITI JENAR;
Tugas Umat (para wali) yang Tidak Tuntas

Menurut Syeh Jenar, orang Islam kebanyakan yang masih awam ibarat sebagai kulit kelapa. Ilmunya masih sebatas berada di kulitnya saja. Padahal untuk mencapai air kelapa, seseorang harus melewati kulit, lalu dagingnya dan barulah bisa mereguk air kelapanya (makrifat). Perumpamaan Siti Jenar ini kira-kira dapar dipersonifikasi lebih jelas sebagai berikut;
  1. Syariat diumpamakan kulit kelapa,
  2. Tarekat diumpamakan tempurungnya,
  3. Hekat diumpamakan sebagai hakekatnya,
  4. Makrifat diumpamakan sebagai air kelapanya.
Maka sangat jauh dari tujuan pencapaian spiritual apabila seseorang mandeg pada tingkatan syariat saja. Sebagaimana ajaran yang lebih utuh seperti dituturkan oleh KGPAA Mangkunegoro IV dalam ajaran Kejawen tentang tata cara mencapai spiritual yang dituangkan dalam pengetahuan spiritual Catur Sembah yakni; sembah raga (syariat), sembah cipta/kalbu (tarekat), sembah jiwa (hakekat), sembah rasa (makrifat). Beliau menuturkan apabila seseorang akan meraih pencapaian spiritual, hendaknya menempuh empat macam “laku” sembahyang atau catur sembah.
Siti Jenar tidak setengah-setengah dalam mengajarkan ajaran Islam. Justru Siti Jenar menilai bahwa para wali mengajarkan Islam baru pada tahap “serabut kelapa” saja, atau kulit, syariatnya. Menurut Siti Jenar, hal itu akan membahayakan bagi umat Islam sendiri maupun umat yang lainnya dalam kancah perhelatan dunia di kelak kemudian hari. Perkataan Siti Jenar ini mungkin ada benarnya jika melihat kecenderungan umat Islam pada zaman sekarang ini.

Asal-usul Syekh Siti Jenar

Syekh Siti Jenar lahir sekitar tahun 829 H/1348 C/1426 M (Serat She Siti Jenar Ki Sasrawijaya; Atja, Purwaka Tjaruban Nagari (Sedjarah Muladjadi Keradjan Tjirebon), Ikatan Karyawan Museum, Jakarta, 1972; P.S. Sulendraningrat, Purwaka Tjaruban Nagari, Bhatara, Jakarta, 1972; H. Boedenani, Sejarah Sriwijaya, Terate, Bandung, 1976; Agus Sunyoto, Suluk Abdul Jalil Perjalanan Rohani Syaikh Syekh Siti Jenar dan Sang Pembaharu, LkiS, yogyakarta, 2003-2004; Sartono Kartodirjo dkk, [i]Sejarah Nasional Indonesia, Depdikbud, Jakarta, 1976; Babad Banten; Olthof, W.L., Babad Tanah Djawi. In Proza Javaansche Geschiedenis, ‘s-Gravenhage, M.Nijhoff, 1941; raffles, Th.S., The History of Java, 2 vol, 1817), dilingkungan Pakuwuan Caruban, pusat kota Caruban larang waktu itu, yg sekarang lebih dikenal sebagai Astana japura, sebelah tenggara Cirebon. Suatu lingkungan yg multi-etnis, multi-bahasa dan sebagai titik temu kebudayaan serta peradaban berbagai suku.
Selama ini, silsilah Syekh Siti Jenar masih sangat kabur. Kekurangjelasan asal-usul ini juga sama dgn kegelapan tahun kehidupan Syekh Siti Jenar sebagai manusia sejarah.
Pengaburan tentang silsilah, keluarga dan ajaran Beliau yg dilakukan oleh penguasa muslim pada abad ke-16 hingga akhir abad ke-17. Penguasa merasa perlu untuk “mengubur” segala yg berbau Syekh Siti Jenar akibat popularitasnya di masyarakat yg mengalahkan dewan ulama serta ajaran resmi yg diakui Kerajaan Islam waktu itu. Hal ini kemudian menjadi latar belakang munculnya kisah bahwa Syekh Siti Jenar berasal dari cacing.

Dalam sebuah naskah klasik, cerita yg masih sangat populer tersebut dibantah secara tegas,
“Wondene kacariyos yen Lemahbang punika asal saking cacing, punika ded, sajatosipun inggih pancen manungsa darah alit kemawon, griya ing dhusun Lemahbang.” [Adapun diceritakan kalau Lemahbang (Syekh Siti Jenar) itu berasal dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia memang manusia berdarah kecil saja (rakyat jelata), bertempat tinggal di desa Lemah Abang]….<serat Candhakipun Riwayat jati ; Alih aksara; Perpustakaan Daerah Propinsi Jawa Tengah, 2002, hlm. 1>

Jadi Syekh Siti Jenar adalah manusia lumrah hanya memang ia walau berasal dari kalangan bangsawan setelah kembali ke Jawa menempuh hidup sebagai petani, yg saat itu, dipandang sebagai rakyat kecil oleh struktur budaya Jawa, disamping sebagai wali penyebar Islam di Tanah Jawa.
Syekh Siti Jenar yg memiliki nama kecil San Ali dan kemudian dikenal sebagai Syekh ‘Abdul Jalil adalah putra seorang ulama asal Malaka, Syekh Datuk Shaleh bin Syekh ‘Isa ‘Alawi bin Ahmadsyah Jamaludin Husain bin Syekh ‘Abdullah Khannuddin bin Syekh Sayid ‘Abdul Malikal-Qazam. Maulana ‘Abdullah Khannuddin adalah putra Syekh ‘Abdul Malik atau Asamat Khan. Nama terakhir ini adalah seorang Syekh kalangan ‘Alawi kesohor di Ahmadabad, India, yg berasal dari Handramaut. Qazam adalah sebuah distrik berdekatan dgn kota Tarim di Hadramaut.

Syekh ‘Abdul Malik adalah putra Syekh ‘Alawi, salah satu keluarga utama keturunan ulama terkenal Syekh ‘Isa al-Muhajir al-Bashari al-‘Alawi, yg semua keturunannya bertebaran ke berbagai pelosok dunia, menyiarkan agama Islam. Syekh ‘Abdul Malik adalah penyebar agama Islam yg bersama keluarganya pindah dari Tarim ke India. Jika diurut keatas, silsilah Syekh Siti Jenar berpuncak pada Sayidina Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah. Dari silsilah yg ada, diketahui pula bahwa ada dua kakek buyutnya yg menjadi mursyid thariqah Syathariyah di Gujarat yg sangat dihormati, yakni Syekh Abdullah Khannuddin dan Syekh Ahmadsyah Jalaluddin. Ahmadsyah Jalaluddin setelah dewasa pindah ke Kamboja dan menjadi penyebar agama Islam di sana.
Adapun Syekh Maulana ‘sa atau Syekh Datuk ‘Isa putra Syekh Ahmadsyah kemudian bermukim di Malaka. Syekh Maulana ‘Isa memiliki dua orang putra, yaitu Syekh Datuk Ahamad dan Syekh Datuk Shaleh. Ayah Syekh Siti Jenar adalah Syekh Datuk Shaleh adalah ulama sunni asal Malaka yg kemudian menetap di Cirebon karena ancaman politik di Kesultanan Malaka yg sedang dilanda kemelut kekuasaan pada akhir tahun 1424 M, masa transisi kekuasaan Sultan Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar Syah. Sumber-sumber Malaka dan Palembang menyebut nama Syekh Siti Jenar dgn sebutan Syekh Jabaranta dan Syekh ‘Abdul Jalil.

Pada akhir tahun 1425, Syekh Datuk Shaleh beserta istrinya sampai di Cirebon dan saat itu, Syekh Siti Jenar masih berada dalam kandungan ibunya 3 bulan. Di Tanah Caruban ini, sambil berdagang Syekh Datuk Shaleh memperkuat penyebaran Islam yg sudah beberapa lama tersiar di seantero bumi Caruban, besama-sama dgn ulama kenamaan Syekh Datuk Kahfi, putra Syehk Datuk Ahmad. Namun, baru dua bulan di Caruban, pada tahun awal tahun 1426, Syekh Datuk Shaleh wafat.
Sejak itulah San Ali atau Syekh Siti Jenar kecil diasuh oleh Ki Danusela serta penasihatnya, Ki Samadullah atau Pangeran Walangsungsang yg sedang nyantri di Cirebon, dibawah asuhan Syekh datuk Kahfi.

Jadi walaupun San Ali adalah keturunan ulama Malaka, dan lebih jauh lagi keturunan Arab, namun sejak kecil lingkungan hidupnya adalah kultur Cirebon yg saat itu menjadi sebuah kota multikultur, heterogen dan sebagai basis antarlintas perdagangan dunia waktu itu.
Saat itu Cirebon dgn Padepokan Giri Amparan Jatinya yg diasuh oleh seorang ulama asal Makkah dan Malaka, Syekh Datuk Kahfi, telah mampu menjadi salah satu pusat pengajaran Islam, dalam bidang fiqih dan ilmu ‘alat, serta tasawuf. Sampai usia 20 tahun, San Ali mempelajari berbagai bidang agama Islam dgn sepenuh hati, disertai dgn pendidikan otodidak bidang spiritual.



AKSARA JAWA, CIKAL BAKAL SEJARAH JAWA

Posted by MARYAM ONLINE 7:51 AM, under | No comments

Aksara Jawa, merupakan salah satu peninggalan budaya yang tak ternilai harganya. Bentuk aksara dan seni pembuatannya pun menjadi suatu peninggalan yang patut untuk dilestarikan. Tak hanya di Jawa, aksara Jawa ini rupanya juga digunakan di daerah Sunda dan Bali, walau memang ada sedikit perbedaan dalam penulisannya. Namun sebenarnya aksara yang digunakan sama saja. Di bangku Sekolah Dasar, siswa-siswi di Jogja pasti tak asing dengan pelajaran menulis aksara Jawa. Namun tahukah kita bahwa Aksara Jawa yang berjumlah 20 yang terdiri dari Ha Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La Pa Dha Ja Ya Nya Ma Ga Ba Ta Nga dinamakan Aksara Legena? Ya, Aksara Legena merupakan aksara Jawa pokok yang jumlahnya 20 buah. Sebagai pendamping, setiap suku kata tersebut mempunyai pasangan, yakni kata yang berfungsi untuk mengikuti suku kata mati atau tertutup, dengan suku kata berikutnya, kecuali suku kata yang tertutup oleh wignyan, cecak dan layar. Tulisan Jawa bersifat Silabik atau merupakan suku kata. Sebagai tambahan, di dalam aksara Jawa juga dikenal huruf kapital yang dinamakan Aksara Murda. Penggunaannya untuk menulis nama gelar, nama diri, nama geografi, dan nama lembaga. Aksara Jawa ternyata juga mengalami peralihan. Ada Aksara Jawa Kuno dan Aksara Jawa baru. Namun sulit untuk mengetahui secara pasti kapan masa lahir, masa jaya, dan masa peralihan aksara Jawa kuno dan aksara Jawa baru. "Sangat sulit menemukan kapan lahir ataupun peralihannya. Dikarenakan juga masih sedikit orang yang melakukan penelitian tentang hal ini," jelas Dra. Sri Ratna Sakti Mulya, M. Hum, Dosen Sastra Jawa UGM. Diprediksi Aksara Jawa Kuno ada pada jaman Mataram Kuno. Aksara Jawa Kuno juga mirip dengan Aksara Kawi. "Jika mau diurut-urutkan, sejarah Aksara Jawa ini berasal dari cerita Aji Saka dan Dewata Cengkar," tambahnya. Dari penulisannya pada jaman dahulu pun, ternyata Aksara Jawa dapat dibedakan menjadi 2, yaitu aksara yang ditulis oleh orang-orang Kraton dan aksara yang ditulis oleh masyarakat biasa - lebih dikenal dengan sebutan Aksara Pesisir. Aksara Kraton mempunyai bentuk yang jauh lebih rapi. Aksara-aksaranya ditulis dengan jelas dan rapi, serta naskah sering dihiasi dengan gambar ornamen-ornamen yang mempunyai arti tersembunyi. "Setiap gambar yang menghiasi halaman naskah, mempunyai arti dan maknanya masing-masing. Kadang juga dihiasi dengan tinta emas asli. Dan ini semuanya adalah tulisan tangan," jelas Bapak Rimawan, Abdi Dalem yang membantu mengelola Perpustakaan Pakualaman. Sedangkan aksara Pesisir, penulisannya kurang rapi.
Sebagai salah satu cara pelestarian, banyak koleksi naskah aksara Jawa sejak jaman dahulu tersimpan rapi di Perpustakaan Pakualaman dan Perpustakaan Kraton. Perpustakaan Pakualaman menyimpan sekitar 251 naskah kuno yang dikumpulkan mulai sejak masa Pakualam I hingga Pakualam VII.



Cerita Asal Huruf Jawa 

Diantara kita jarang sekali ada yang mengetahui asal mula aksara Djawa. Jangankan asal mulanya, bentuk tulisannya saja diantara kita pasti tidak tahu. Apalagi makna yang terkandung di dalamnya. Memang aksara Djawa ini bukan menjadi bahasa (tulisan) wajib negara kita. Para Pemuda-Pemudi telah mengikrarkan bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Tetapi setidaknya sebagai bangsa yang baik, kita bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Djawa tidak melupakan sejarah peninggalan Leluhur terdahulu. Beranjak dari keadaan tersebut di atas maka Penulis hendak mengingatkan kembali, aksara (huruf) Djawa yang sudah mulai punah dan terlupakan.  Di sini Penulis tidak bermaksud membawa kepentingan SARA atau Golongan (Djawa). Seperti yang telah dikemukakan di atas, Penulis hanya ingin mengingatkan kembali sejarah peninggalan Leluhur terdahulu. Sehingga muncul halaman ini, mari kita simak dan ingat kembali asal usul aksara (huruf) Djawa terlebih dahulu. Cerita ini berawal dari seorang Raja yang mempunyai dua orang murid. Raja ini bernama Prabu Aji Saka, dengan dua orang muridnya bernama Duro dan Sembodro. Salah satu muridnya yang bernama Duro ditugaskan oleh Prabu Aji Saka untuk menjaga pusaka kerajaan. Nama pusaka kerajaan tersebut adalah Sarutama, dalam cerita Djawa berarti Hina tetapi utama (Saru-Utama). Saat itu Prabu Aji Saka berpesan “Siapapun tidak dapat mengambil Pusaka Sarutama, kecuali Prabu Aji Saka sendiri”. Pusaka Sarutama ini dipercayakan kepada Duro. Prabu Aji Saka pada saat itu berangkat perang, namun ditengah-tengan peperangan Prabu Aji Saka mengalami kesulitan. Sehingga Prabu Aji Saka memerlukan pusaka Sarutama. Prabu Aji Saka pun menugaskan Sembodro yang mendampinginya di medan perang, untuk mengambil pusaka Sarutama di kerajaan.  Sembodro pun pulang kembali dengan maksud mengambil pusaka Sarutama. Sesampainya kembali di kerajaan, Sembodro meminta Duro untuk menyerahkan pusaka Sarutama kepadanya. Tetapi karena Duro sudah diberi amanat oleh Prabu Aji Saka guru mereka untuk tidak menyerahkan pusaka sarutama kepada siapapun kecuali kepada Prabu Aji Saka, maka Duro menolak untuk menyerahkan pusaka saru tama tersebut. Sembodro pun mendapat amanat untuk mengambil pusaka Sarutama tersebut. Akhirnya Sembodro tetap memaksa Duro untuk mnyerahkan pusaka Sarutama tersebut. Karena sama-sama mendapat amanat (pesan) dari Prabu Aji Saka, merekapun berusaha mejalankan amanat masing-masing. Merekapun bertempur untuk menjalankan amanat mereka. Pertempuran sesama murid kepercayaan Prabu Aji Saka ini berlangsung sengit. Hingga akhirnya mererka mati (gugur) demi menjalankan amanat mereka dari Prabu Aji Saka. Keadaan mereka disaat mati saling rangkul/pangku (mati sampyuh, Djawa). Kita dapat mengambil inti sari makna dari cerita di atas. Bahwa masyarakat Djawa memiliki sifat yang luhur, setia dan taat, serta rela berkorban mati-matian demi mengemban amanat. Satu lagi sifat masyarakat Djawa, masyarakat Djawa akan marah apabila kita memposisikan diri kita di atas mereka. Tetapi mereka akan mati (luluh hatinya) kalau kita memposisikan diri di bawah (dipangku) mereka. Itu mengapa akhirnya di dalam aksara Djawa bila di akhir huruf dipangku akan mati.

 

Mengungkap Makna Kehidupan di Balik Huruf Jawa

Setelah mengetahui sedikit tentang sejarah huruf Jawa maka mari kita sedikit mengupas beberapa makna filosofis dari huruf Jawa tersebut. Ada begitu banyak makna secara filosofis dari huruf Jawa tersebut dan makna filososfis tsb bersifat cukup general alias tidak hanya untuk orang Jawa saja lho. Ada beberapa versi makna huruf Jawa tersebut, beberapa di antaranya adalah yang dikatakan Pakdhé Wikipedia di sini dan di sana, berhubung Pakdhé Wikipedia sudah bercerita dengan cukup jelas maka saya tidak akan menulis ulang pitutur Pakdhé tersebut.
Sekarang saya akan sedikit mengupas “tafsir” versi lain dari huruf Jawa tersebut. Ki Hadjar Dewantara tidak hanya mencetuskan konsep petuah tentang kepemimpinan yang sangat terkenal, beliau juga berhasil memberi penafsiran mengenai ajaran budi pekerti serta filosofi kehidupan yang sangat tinggi dan luhur yang terkandung dalam huruf Jawa .
Adapun makna yang dimaksud adalah sebagai berikut:

(1) HA NA CA RA KA:

hana1.jpg
Ha: Hurip = hidup
Na: Legeno = telanjang
Ca: Cipta = pemikiran, ide ataupun kreatifitas
Ra: Rasa = perasaan, qalbu, suara hati atau hati nurani
Ka: Karya = bekerja atau pekerjaan. 


(2) DA TA SA WA LA

hana2.jpg

DA TA SA WA LA (versi pertama):
Da: Dodo = dada
Ta: Toto = atur
Sa: Saka = tiang penyangga
Wa: Weruh = melihat
La: lakuning Urip = (makna) kehidupan.

DA TA SA WA LA (versi kedua):
Da-Ta (digabung): dzat = dzat
Sa: Satunggal = satu, Esa
Wa: Wigati = baik
La: Ala = buruk 


(3) PA DHA JA YA NYA:

hana3.jpg
PA DHA JA YA NYA =Sama kuatnya (tidak diartikan per huruf). 


(4) MA GA BA THA NGA :

hana4.jpg
Ma: Sukma = sukma, ruh, nyawa
Ga: Raga = badan, jasmani
Ba-Tha: bathang = mayat
Nga: Lungo = pergi

Tetapi selanjutnya dengan sedikit ngawur saya pribadi akan berusaha menyelami dan menjabarkan tafsir huruf Jawa versi Ki Hadjar tersebut sesuai dengan kemampuan saya. Kalau banyak kesalahan ya mohon dimaklumi karena saya bukanlah seorang filusuf, saya hanya ingin mengenal lebih jauh huruf Jawa (walaupun secara ngawur dengan cara sendiri).


(1) HA NA CA RA KA:
Ha: Hurip = hidup
Na: Legeno = telanjang
Ca: Cipta = pemikiran, ide ataupun kreatifitas
Ra: Rasa = perasaan, qalbu, suara hati atau hati nurani
Ka: Karya = bekerja atau pekerjaan.

Dari arti secara harfiah tsb, saya berusaha menjabarkannya menjadi dua versi:

**) Ketelanjangan=kejujuran
Bukankah secara fisik manusia lahir dalam keadaan telanjang? Tapi sebenarnya ketelanjangan itu tidak hanya sekedar fisik saja. Bayi yang baru lahir juga memiliki jiwa yang “telanjang”, masih suci…polos lepas dari segala dosa. Seorang bayi juga “telanjang” karena dia masih jujur. Sedangkan  CA-RA-KA mempunyai makna cipta-rasa-karya . Sehingga HA NA CA RA KA akan memiliki makna dalam mewujudkan dan mengembangkan cipta, rasa dan karya kita harus tetap menjunjung tinggi kejujuran. Marilah kita “telanjang” dalam bercipta, berrasa dan berkarya.

**)) Pengembangan potensi
Jadi HA NA CA RA KA bisa ditafsirkan bahwa manusia “dihidupkan” atau dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan “telanjang”. Telanjang di sini dalam artian tidak mempunyai apa-apa selain potensi. Oleh karena itulah manusia harus dapat mengembangkan potensi bawaan tersebut dengan cipta-rasa-karsa. Cipta-rasa-karsa merupakan suatu konsep segitiga (segitiga merupakan bentuk paling kuat dan seimbang) antara otak yang mengkreasi cipta, hati/kalbu yang melakukan fungsi kontrol atau pengawasan dan filter (dalam bentuk rasa) atas segala ide-pemikiran dan kreatifitas yang dicetuskan otak, serta terakhir adalah raga/tubuh/badan yang bertindak sebagai pelaksana semua kreatifitas tersebut (setelah dinyatakan lulus sensor oleh rasa sebagai badan sensor manusia).
Secara ideal memang semua perbuatan (karya) yang dilakukan oleh manusia tidak hanya semata hasil kerja otak tetapi juga “kelayakannya” sudah diuji oleh rasa. Rasa idealnya hanya meloloskan ide-kreatifitas yang sesuai dengan norma. Norma di sini memiliki arti yang cukup luas, yaitu meliputi norma internal (perasaan manusia itu sendiri atau istilah kerennya kata hati atau suara hati) atau bisa juga merupakan norma eksternal (dari Tuhan yang berupa agama dan aturannya atau juga norma dari masyarakat yang berupa aturan hukum dll).


(2) DA TA SA WA LA: (versi pertama)

Da: Dodo = dada
Ta: Toto = atur
Sa: Saka = tiang penyangga
Wa: Weruh = melihat
La: lakuning Urip = (makna) kehidupan.

DA TA SA WA LA berarti dadane ditoto men iso ngadeg jejeg (koyo soko) lan iso weruh (mangerteni) lakuning urip. Dengarkanlah suara hati (nurani) yang ada di dalam dada, agar kamu bisa berdiri tegak seperti halnya tiang penyangga dan kamu juga akan mengerti makna kehidupan yang sebenarnya.
Kata “atur” bisa berarti manage dan juga evaluate sedangkan dada sebenarnya melambangkan hati (yang terkandung di dalam dada). Jadi dadanya diatur mengandung arti bahwa kita harus senantiasa me-manage (menjaga-mengatur) hati kita untuk melakukan suatu langkah evaluatif dalam menjalani kehidupan supaya kita dapat senantiasa berdiri tegak dan tegar dalam memandang dan memaknai kehidupan. Kita harus senantiasa memiliki motivasi dan optimisme dalam berusaha tanpa melupakan kodrat kita sebagai makhluk Alloh yang dalam konsep Islam dikenal dengan ikhtiar-tawakal, ikhtiar adalah berusaha semaksimal mungkin sedangkan tawakal adalah memasrahkan segala hasil usaha tersebut kepada Alloh.

DA TA SA WA LA: (versi kedua)

Da-Ta (digabung): dzat = dzat
Sa: Satunggal = satu, Esa
Wa: Wigati = baik
La: Ala = buruk

DA TA SA WA LA bisa ditafsirkan bahwa hanya Dzat Yang Esa-lah (yaitu Tuhan) yang benar-benar mengerti akan baik dan buruk. Secara kasar dan ngawur saya mencoba menganggap bahwa kata “baik” di sini ekuivalen dengan kata “benar” sedangkan kata “buruk” ekuivalen dengan “salah”. Jadi alangkah baiknya kalau kita tidak dengan semena-mena menyalahkan orang (kelompok) lain dan menganggap bahwa kita (kelompok kita) sebagai pihak yang paling benar.


(3) PA DHA JA YA NYA:
PA DHA JA YA NYA = sama kuat
Pada dasarnya/awalnya semua manusia mempunyai dua potensi yang sama (kuat), yaitu potensi untuk melakukan kebaikan dan potensi untuk melakukan keburukan. Mungkin memang benar ungkapan bahwa manusia itu bisa menjadi sebaik malaikat tetapi bisa juga buruk seperti setan dan juga binatang. Mengingat adanya dua potensi yang sama kuat tersebut maka selanjutnya tugas manusialah untuk memilih potensi mana yang akan dikembangkan. Sangat manusiawi dan lumrah jika manusia melakukan kesalahan, tetapi apakah dia akan terus memelihara dan mengembangkan kesalahannya tersebut? Potensi keburukan dalam diri manusia adalah hawa nafsu, sehingga tidak salah ketika Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa musuh terbesar kita adalah hawa nafsu yang bersemayam dalam diri kita masing-masing. 


(4) MA GA BA THA NGA:
Ma: Sukma = sukma, ruh, nyawa
Ga: Raga = badan, jasmani
Ba-Tha: bathang = mayat
Nga: Lungo = pergi

Secara singkat MA GA BA THA NGA saya artikan bahwa pada akhirnya manusia akan menjadi mayat ketika sukma atau ruh kita meninggalkan raga/jasmani kita. Sesungguhnya kita tidak akan hidup selamanya dan pada akhirnya akan kembali juga kepada Alloh. Oleh karena itu kita harus senantiasa mempersiapkan bekal untuk menghadap Alloh.

Wednesday, March 9, 2011

SETAN PUN TERTAWA

Posted by MARYAM ONLINE 9:40 PM, under | No comments

Sepanjang perjalanan mengantar Kyai Badrun, Jarun hanya diam. Tidak seperti biasanya, mulutnya mengatup tanpa banyak bicara. Padahal, sudah sangat lumrah bila dia berbicara panjang lebar tentang hari-harinya yang mungkin tidak penting untuk dibicarakan. Mungkin Jarun sudah berubah. Ah, itu hanya kemungkinan. Rasanya sulit.
            ”Kyai...” Akhirnya kaku juga lidahnya terus mematung.
            ”Hmm?” Kyai sepertinya sedang ingin istirahat. 
Tapi, begitu mendengar suara Jarun, matanya langsung terbelalak. Kesempatan yang sejak tadi ditunggu-tunggu sang Kyai.
            ”Bagaimana kalau ada setan muncul di depan Kyai?”
            ”Setan? Setan apa?”
            ”Setan! Ya, setan. Syaithon-ir-rojim!”
            “Haha…”
            Sang Kyai tertawa. Mendadak Jarun bertanya hal yang paling aneh dari segala keanehan yang pernah dia munculkan selama ini. Ini baru kemajuan. Bertanya tentang kehadiran musuh secara nyata di hadapan. Padahal, sudah lama kita memutuskan untuk berperang, meski seringkali sering terbujuk untuk berkomplot demi melakukan makar dan kemaksiatan lepada Tuhan. 
            “Setan itu licik, Kyai.”
            “Mana lebih licik dengan koruptor?”
            “Sama!”
            “Ah, yang benar?”
            Jarun diam. Berpikir sejenak.
            “Kalau begitu, setan yang lebih licik.”
            Lho, kok berubah?”
            Lha, Kyai toh yang suruh saya berubah.”
            ”Ah, ndak. Kamu yang sontoloyo. Masak sih koruptor tidak lebih licik?”
            ”Ya, ndak.”
            ”Kenapa toh?”
            ”Karena koruptor cuma anak-anak setan.”
            ”Anak?”
            ”Ya, anak.”
            ”Anak sama bapak kan sama saja. Cuma umurnya saja yang beda.”
            Walah... Jarun makin bingung. Bapak dan anak memang sama saja. Yang beda hanya soal usia. Berbicara tentang spesies juga tidak akan bisa menyelesaikan permasalahan antara bapak dan anak karena memang sejatinya kedua hal itu setara. Setara dalam pemikiran dan gerakan karena anak mendapat warisan genetik dari sang bapak. Anak tidak akan pernah berlari jauh dari pohon orangtuanya. 
            ”Lalu kamu anggap kita anak-anak setan?”
            ”Ah, ndak. Kyai kok bisa nyimpulkan begitu?”
            Haha... Kyai tertawa lagi. Semakin keras. Satu detik, dua detik, tiga detik. Mengatup! 
            Menjadi setan kadang telah menjadi cita-cita manusia. Mungkin bosan dengan karekteristik insani yang sering salah dan berbuat baik sehingga sering dibilang munafik. Manusia kemudian berpikir untuk terus saja berbuat salah. Sudah terpercik air laut, lebih baik tenggelam sekalian. 
            Yang sebagian sibuk menggelamkan diri, yang lain sibuk menggelamkan orang lain. Mempersetankan orang untuk kepentingan pribadinya. Mungkin itu saja tidak cukup. Setan harus selalu bertambah tiap hari, bahkan tiap detik. Maka setiap kali kesalahan hadir, manusia pun berubah wujud menjadi setan. Lengkap dengan tanduk, taring dan mata yang menyala. Sekali salah, salah terus. Berubah rupa seolah telah menjadi  keputusan irreversible yang tidak akan mungkin bisa berubah bentuk ke rupa semula.
            Mempersetankan manusia benar-benar senjata yang paling ampuh untuk membunuh karakter manusia. Karakter yang seharusnya murni; jauh dan kembali, justru dipinggirkan untuk selalu menjadi hal yang layak dipinggirkan dan dijauhkan sejauh-jauhnya. Hinggá suatu saat tak akan pernah bisa kembali. Bahkan, ketika Tuhan sudah menyediakan jalan untuk kembali, manusia seolah menjadi penguasa jalan untuk menutupnya sendiri. 
            Sedangkan sebagian yang lain terus-terusan berbuat salah. Hingga setiap kali ditanya tentang perbuatannya, hanya sanggup menjawab, ”Walah, ini gara-gara setan.” 
            Setan telah menjadi primadona masyarakat yang katanya sudah modern. Tidak cukup bergentayangan lewat layar kaca, setan telah merasuk ke jiwa dan raga tanpa ada obat semujarab apapun yang bisa mengobatinya. Setan telah berdiferensiasi menjadi lautan manusia yang mempersetankan diri dan orang untuk menjadi setan seutuhnya. Tidak kurang suatu apapun. Setan telah menjadi idola baru untuk dijadikan cita-cita. Bukan lagi dokter atau insinyur, anak-anak sudah dilatih untuk menggantung harapan dirinya menjadi setan.
            Mungkin juga karena setan semula ingin menjadi khalifah di muka bumi sehingga manusia yang merasa dirinya tidak sehebat setan ingin mengubah diri menjadi setan. Padahal, bukankah setan hanya diciptakan dari api dan manusia diciptakan dari tanah? 
            Sekarang setan-setan sudah berkeliaran di sepanjang jalan. Setiap manusia yang brbuat salah, jidatnya penuh stempel bertuliskan nama setan. Setan alas, setan atap. Setiap kali kesal, manusia serta merta berteriak, ”Setan!” Mungkin memang setan telah melampaui kehadiran Tuhan di jiwa-jiwa yang kalut. 
            Dan setan pun tertawa. 
            Manusia telah menyibukkan diri dengan setan-setan dari mulutnya. Mempersetankan diri sendiri dan orang lain. Lalu mempersetankan kesalahan atas nama setan yang justru mebuat setan-setan tertawa terbahak-bahak ala setan. Karena manusia telah menjadi duplikat yang mutakhir untuk menjalankan tugas mereka yang ”mulia”.
            Haha... Sayang, setan bukan manusia.
            ”Jadi, Kyai pukul?”
            Ndak.”
            ”Kyai tendang?”
            Ndak.”
            ”Kyai usir?”
            Ndak.”
            ”Kyai bunuh?”
            Ndak.”
            ”Terus Kyai apakan?”
            ”Saya pinjam topengnya.”
            Lho, buat apa?”
Manusia kan lebih percaya dan takut sama setan. Ndak peduli lagi sama Kyai. Haha... Dunia ini sudah menjadi dunia setan. Setan!
            Wallahua’lam bishshowab.

Thursday, February 10, 2011

LAKSAMANA CHENG HO PENEMU BENUA AMERIKA

Posted by MARYAM ONLINE 12:02 PM, under | No comments

Sekitar 70 tahun sebelum Columbus menancapkan benderanya di daratan Amerika, Laksamana Zheng He sudah lebih dulu datang ke sana. Para peserta seminar yang diselenggarakan oleh Royal Geographical Society di London beberapa waktu lalu dibuat terperangah. Adalah seorang ahli kapal selam dan sejarawan bernama Gavin Menzies dengan paparannya dan lantas mendapat perhatian besar. Tampil penuh percaya diri, Menzies menjelaskan teorinya tentang pelayaran terkenal dari pelaut mahsyur asal Cina, Laksamana Zheng He (kita mengenalnya dengan Ceng Ho-red). Bersama bukti-bukti yang ditemukan dari catatan sejarah, dia lantas berkesimpulan bahwa pelaut serta navigator ulung dari masa dinasti Ming itu adalah penemu awal benua Amerika, dan bukannya Columbus. Bahkan menurutnya, Zheng He 'mengalahkan' Columbus dengan rentang waktu sekitar 70 tahun. Apa yang dikemukakan Menzies tentu membuat kehebohan lantaran masyarakat dunia selama ini mengetahui bahwa Columbus-lah si penemu benua Amerika pada sekitar abad ke-15. Pernyataan Menzies ini dikuatkan dengan sejumlah bukti sejarah. Adalah sebuah peta buatan masa sebelum Columbus memulai ekspedisinya lengkap dengan gambar benua Amerika serta sebuah peta astronomi milik Zheng He yang dosodorkannya sebagai barang bukti itu. Menzies menjadi sangat yakin setelah meneliti akurasi benda-benda bersejarah itu. ''Laksamana inilah yang semestinya dianugerahi gelar sebagai penemu pertama benua Amerika,'' ujarnya. Menzies melakukan kajian selama lebih dari 14 tahun. Ini termasuk penelitian peta-peta kuno, bukti artefak dan juga pengembangan dari teknologi astronomi modern seperti melalui program software Starry Night. Dari bukti-bukti kunci yang bisa mengubah alur sejarah ini, Menzies mengatakan bahwa sebagian besar peta maupun tulisan navigasi Cina kuno bersumber pada masa pelayaran Laksamana Zheng He. Penjelajahannya hingga mencapai benua Amerika mengambil waktu antara tahun 1421 dan 1423. Sebelumnya armada kapal Zheng He berlayar menyusuri jalur selatan melewati Afrika dan sampai ke Amerika Selatan. Uraian astronomi pelayaran Zheng He kira-kira menyebut, pada larut malam saat terlihat bintang selatan sekitar tanggal 18 Maret 1421, lokasi berada di ujung selatan Amerika Selatan. Hal tersebut kemudian direkonstruksi ulang menggunakan software Starry Night dengan membandingkan peta pelayaran Zheng He. "Saya memprogram Starry Night hingga masa di tahun 1421 serta bagian dunia yang diperkirakan pernah dilayari ekspedisi tersebut," ungkap Menzies yang juga ahli navigasi dan mantan komandan kapal selam angkatan laut Inggris ini. Dari sini, dia akhirnya menemukan dua lokasi berbeda dari pelayaran ini berkat catatan astronomi (bintang) ekspedisi Zheng He. Lantas terjadi pergerakan pada bintang-bintang ini, sesuai perputaran serta orientasi bumi di angkasa. Akibat perputaran bumi yang kurang sempurna membuat sumbu bumi seolah mengukir lingkaran di angkasa setiap 26 ribu tahun. Fenomena ini, yang disebut presisi, berarti tiap titik kutub membidik bintang berbeda selama waktu berjalan. Menzies menggunakan software untuk merekonstruksi posisi bintang-bintang seperti pada masa tahun 1421. "Kita sudah memiliki peta bintang Cina kuno namun masih membutuhkan penanggalan petanya," kata Menzies. Saat sedang bingung memikirkan masalah ini, tiba-tiba ditemukanlah pemecahannya. "Dengan kemujuran luar biasa, salah satu dari tujuan yang mereka lalui, yakni antara Sumatra dan Dondra Head, Srilanka, mengarah ke barat." Bagian dari pelayaran tersebut rupanya sangat dekat dengan garis katulistiwa di Samudera Hindia. Adapun Polaris, sang bintang utara, dan bintang selatan Canopus, yang dekat dengan lintang kutub selatan, tercantum dalam peta. "Dari situ, kita berhasil menentukan arah dan letak Polaris. Sehingga selanjutnya kita bisa memastikan masa dari peta itu yakni tahun 1421, plus dan minus 30 tahun." Atas temuan tersebut, Phillip Sadler, pakar navigasi dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, mengatakan perkiraan dengan menggunakan peta kuno berdasarkan posisi bintang amatlah dimungkinkan. Dia juga sepakat bahwa estimasi waktu 30 tahun, seperti dalam pandangan Menzies, juga masuk akal.
Sang penjelajah ulung
Selama ini, masyarakat dunia mengetahui kiprah Zheng He sebagai penjelajah ulung. Dia terlahir di Kunyang, kota yang berada di sebelah barat daya Propinsi Yunan, pada tahun 1371. Keluarganya yang bernama Ma, adalah bagian dari warga minoritas Semur. Mereka berasal dari kawasan Asia Tengah serta menganut agama Islam. Ayah dan kakek Zheng He diketahui pernah mengadakan perjalanan haji ke Tanah Suci Makkah. Sementara Zheng He sendiri tumbuh besar dengan banyak mengadakan perjalanan ke sejumlah wilayah. Ia adalah Muslim yang taat. Yunan adalah salah satu wilayah terakhir pertahanan bangsa Mongol, yang sudah ada jauh sebelum masa dinasti Ming. Pada saat pasukan Ming menguasai Yunan tahun 1382, Zheng He turut ditawan dan dibawa ke Nanjing. Ketika itu dia masih berusia 11 tahun. Zheng He pun dijadikan sebagai pelayan putra mahkota yang nantinya menjadi kaisar bernama Yong Le. Nah kaisar inilah yang memberi nama Zheng He hingga akhirnya dia menjadi salah satu panglima laut paling termashyur di dunia.

Tags

RADIO WIDYASWARA STREAM

Mamaku

SEKAPUR SIRIH



SEKAPUR SIRIH

SMA Maryam Online telah hadir di tengah masyarakat untuk memberi informasi mengenai kegiatan SMA Maryam. Media ini juga bertujuan mendorong agar siswa, orang tua dan Guru berperan aktif demi kemajuan bersama.
Pengelola menerima artikel dan foto kegiatan siswa di rumah dan sekolah untuk diterbitkan.

Salam sukses
SMA Maryam Online
Jl. Manyar Sambongan 119 Surabaya
Telp. 031-5017539,
0812330152646
Email : maryamonline@ymail.com

musik dewiku

ALUMNI SMA MARYAM

KESAN NURUL

BANJARI

SMA MARYAM SURABAYA